Sejarah Terbentuknya Kerajaan Samudra Pasai Dan Kerajaan Aceh Islam di Indonesia
Updat artikel baru kali ini akan membahas tentang sejarah singkat kerajaan Samudra Pasai, sejarah singkat kerajaan Aceh islam di Indonesia. Salah satu pengaruh budaya islam adalah berdirinya kerajaan islam di nusantara, diantaranya adalah kerajaan Samudra Pasai dan kerajaan Aceh. Bagaimana sejarah awal berdirinya kerajaan Samudra Pasai dan kerajaan Aceh? simak pembahasannya berikut ini.
Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan pertama di Indonesia yang menganut agama Islam. Kerajaan Samudra Pasai terletak di pantai timur Sumatra bagian utara yang berdekatan dengan Selat Malaka kurang lebih di sekitar kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh sekarang ini. Dengan posisinya yang strategis ini, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat pada masa itu.
Ada dugaan Kerajaan Samudra Pasai dibangun oleh Nazimudin al Kamil seorang Laksamana Laut Mesir. Tujuan ia membangun Samudra Pasai adalah agar dapat menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada. la meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudra Pasai berlandaskan hukum Islam. Sementara itu, Dinasti Mameluk setelah berhasil mengalahkan Dinasti Fatimah di Mesir (penganut aliran Syi’ah) ingin merebut Samudra Pasai agar dapat menguasai pasaran lada di wilayah timur. Untuk itu, dikirim Syekh Ismail yang bersekutu dengan Marah Silu (keturunan Marah Pasai). Mereka berhasil merebut Kerajaan Samudra Pasai dan Marah Silu diangkat sebagai raja dengan gelar Sultan Malik al Saleh (1285-1297). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemakmuran, terutama setelah dibukanya Pelabuhan Pasai.
Sejarah Singkat Kerajaan Samudra Pasai di Indonesia
Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan pertama di Indonesia yang menganut agama Islam. Kerajaan Samudra Pasai terletak di pantai timur Sumatra bagian utara yang berdekatan dengan Selat Malaka kurang lebih di sekitar kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh sekarang ini. Dengan posisinya yang strategis ini, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi kerajaan Islam yang cukup kuat pada masa itu.
Ada dugaan Kerajaan Samudra Pasai dibangun oleh Nazimudin al Kamil seorang Laksamana Laut Mesir. Tujuan ia membangun Samudra Pasai adalah agar dapat menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada. la meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudra Pasai berlandaskan hukum Islam. Sementara itu, Dinasti Mameluk setelah berhasil mengalahkan Dinasti Fatimah di Mesir (penganut aliran Syi’ah) ingin merebut Samudra Pasai agar dapat menguasai pasaran lada di wilayah timur. Untuk itu, dikirim Syekh Ismail yang bersekutu dengan Marah Silu (keturunan Marah Pasai). Mereka berhasil merebut Kerajaan Samudra Pasai dan Marah Silu diangkat sebagai raja dengan gelar Sultan Malik al Saleh (1285-1297). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemakmuran, terutama setelah dibukanya Pelabuhan Pasai.
Pengganti Sultan Malik al Saleh ialah Sultan Muhammad (Sultan Malik al Thahir). Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menyatukan Kerajaan Perlak dengan Kerajaan Samudra Pasai. Adapun raja-raja yang pernah berkuasa di Pasai, antara lain Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Sultan Mahmud Malik az-Zahir, Sultan Ahmad Malik az- Zahir, Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir. Sultan Nahrasiyah, Sultan Sallah ad-Din, Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir, Sultan Mahmud Malik az-Zahir II, Sultan Zain al-Abidin ibn Mahmud Malik az-Zahir II, Sultan Zain al-Abidin II, Sultan Abd-Allah Malik az-Zahir, dan Sultan Zain al-Abidin III sebagai raja terakhir Kerajaan Samudra Pasai.
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kasultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun, Kasultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Malaka tahun 1511. Pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kasultanan Aceh.
Kerajaan Aceh merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Aceh. Kasultanan Aceh terletak di utara Pulau Sumatra dengan Ibu Kota Kutaraja (Banda Aceh) dan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang (1496-1903), Kerajaan Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat penganalisisan ilmu pengetahuan hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kerajaan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari Selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan) serta atas
sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu, Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Samudra Hindia. Pada tahun 1586, Kerajaan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan Semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan Portugis dengan Kerajaan Pahang
Dalam hal kesusastraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang hasil karyanya menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya “Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan”, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya ‘‘Mi’raj al-Muhakikin al-!man”, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya “Sirat al-Mustaqim”, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya “Mi’raj al- Tulabb Fi Fashil”.
Kemunduran Kasultanan Aceh bermula sejak wafatnya Sultan Iskandar Muda pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di Pulau Sumatra dan Selat Malaka yang ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli, serta Bengkulu ke pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris takhta Kerajaan.
Demikianlah pembahasan tentang sejarah singkat kerajaan Samudra Pasai dan sejarah singkat kerajaan Aceh islam di Indonesia. Semoga bermanfaat.
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kasultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun, Kasultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Malaka tahun 1511. Pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kasultanan Aceh.
Sejarah Singkat Kerajaan Aceh Islam di Indonesia
Kerajaan Aceh merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Aceh. Kasultanan Aceh terletak di utara Pulau Sumatra dengan Ibu Kota Kutaraja (Banda Aceh) dan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang (1496-1903), Kerajaan Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat penganalisisan ilmu pengetahuan hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kerajaan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari Selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan) serta atas
sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu, Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Samudra Hindia. Pada tahun 1586, Kerajaan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan Semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan Portugis dengan Kerajaan Pahang
Dalam hal kesusastraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang hasil karyanya menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya “Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan”, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya ‘‘Mi’raj al-Muhakikin al-!man”, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya “Sirat al-Mustaqim”, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya “Mi’raj al- Tulabb Fi Fashil”.
Kemunduran Kasultanan Aceh bermula sejak wafatnya Sultan Iskandar Muda pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di Pulau Sumatra dan Selat Malaka yang ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli, serta Bengkulu ke pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris takhta Kerajaan.
Demikianlah pembahasan tentang sejarah singkat kerajaan Samudra Pasai dan sejarah singkat kerajaan Aceh islam di Indonesia. Semoga bermanfaat.
0 Response to "Sejarah Terbentuknya Kerajaan Samudra Pasai Dan Kerajaan Aceh Islam di Indonesia"
Post a Comment